Cara Menyusun Portofolio untuk Investor

 Cara Menyusun Portofolio untuk Investor


By dawnfu from Pixabay


Seorang investor perlu tau apa yang ada di dalam kendalinya dan apa yang di luar kendalinya. Harga masa depan saham adalah sesuatu di luar kendali kita sehingga kita tidak perlu banyak memikirkannya. Di sisi lain, portofolio (komposisinya) adalah sesuatu yang bisa kita kendalikan sehingga kita harus memfokuskan usaha lebih besar untuk itu. Bisa menjawab mengapa kita memegang saham-saham yang kita pegang? mengapa kita memegangnya dalam proporsi seperti sekarang? mengapa kita perlu mendiversifikasikan ke instrumen investasi selain saham? berapa banyak yang perlu kita taruh dalam bentuk itu? haruskah kita melakukan perubahan komposisi portofolio saya? dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Itu semua harus bisa investor jawab dengan alasan yang kuat.  

Komposisi 50:50
Sebagai sebuah permulaan untuk investor, saya menyarankan kita untuk menggunakan komposisi 50:50 yang ditulis oleh Benjamin Graham dalam bukunya The Intellegent Investor. Intinya adalah kita menempatkan uang kita dalam bentuk obligasi/sukuk mudharabah (untuk pasar modal syariah) sebesar 50% dan 50% lagi dalam bentuk saham-saham yang kita pilih. Prinsipnya adalah kita menempatkan 50% dana kita pada instrumen investasi yang berisiko kecil, aman, menguntungkan, dan mudah kita ambil dananya (likuid) jika sewaktu-waktu kita ada keperluan yang sangat penting. Dana 50% lainnya kita tempatkan pada saham yang sifatnya relatif lebih berfluktuasi dan tidak bisa sembarangan kita tarik sewaktu-waktu (saham). Penempatan di saham memiliki orientasi utama keuntungan sedangkan penempatan di obligasi memiliki orientasi utama menjaga nilai dana kita. Untuk saya sendiri, karena dana yang tersedia relatif kecil, maka proporsi 50% obligasi saya ganti menjadi 50% emas. Mamang tidak sepenuhnya memiliki keunggualan yang dimiliki obligasi tetapi sudah mencukupi untuk kebutuhan kriteria instrumen investasi yang berisiko kecil, mengungtungkan, dan likuid.

Keuntungan Portofolio 50:50
Strategi portofolio dengan membagi dana kita menjadi 50% saham dan 50% obligasi akan memberikan kita beberapa keuntungan seperti:
  1. Kita akan selalu memiliki simpanan dana untuk keperluan mendadak. Fungsi ini bisa kita peroleh dari obligasi kerena potensi rugi yang sangat kecil. Andaikan kita menaruh semua uang kita di saham, sewaktu kita butuh uang untuk keperluan mendadak bisa saja saham-saham yang kita pegang sedang di bawah harga ketika dulu kita membelinya. Akhirnya kita harus cutloss karena ada kebutuhan yang lebih penting. 
  2. Kita bisa memanfaatkan momentum fluktuasi pasar saham. Di saat pasar sedang bullish, saham kita sebagian besar akan mengalami kenaikan harga dan mungkin beberapa sudah ada yang tidak lagi undervalue atau bahkan sudah terlalu mahal. Di saat itulah waktu yang tepat untuk menjual saham dan mengambil keuntungan. Sebaliknya, di saat pasar sedang bearish atau bahkan krisis seperti saat pandemi Covid ini dan krisis 1998 itulah kesempatan langka dimana kita bisa membeli saham dengan kualitas baik dengan harga murah. Kita pun siap untuk memindahkan uang kita dari obligasi ke dalam bentuk saham.
  3. kita memiliki panduan yang jelas kapan harus memindahkan uang di saham dan kapan harus menariknya. Dengan komposisi 50:50, situasi pasar bearish akan menurunkan harga saham kita sehingga kita akan memindahkan uang kita dari obligasi ke saham. Kita pun akan terhindar dari bujukan sesat Mr. Market yang mendorong kita untuk menjual saham kita (baca juga artikel tentang Mr. Market). Di saat pasar bullish, harga-harga saham kita yang sudah tinggi akan mendorong kita untuk take profit bukannya malah manambah uang kita ke saham (baca juga artikel tentang Efek Ketersediaan). Bertolak belakang dengan sebagian besar psikologi sebagian besar orang pada saat itu.
Sebenarnya masih banyak lagi strategi dalam menyusun protofolio. Semua dikembalikan kepada investor strategi manakah yang cocok untuk dirinya sendiri. Sebagai permulaan, tidak ada salahnya kita mengikuti saran Benjamin Graham ini. Selamat berinvestasi.....


Inspired by

Graham B. 1973. The Intelligent Investor. New York. Helper Colin. (di-update dengan komentar Jason Zweig) (hal. 118)




Comments